Get to Know: Solar Energy di Indonesia dan Potensi Pengembangan Sistem Energi Surya Fotovoltaik (SESF).
Get to Know: Solar Energy di Indonesia dan Potensi Pengembangan Sistem Energi Surya Fotovoltaik (SESF).
Nicholas Arga Vino Dewangga, Maria Lavenia Vika Pamukasari, M. Ivan Fanani. M. Imaduddin Hanif, M. Iqbal Habib, M. Haekal Darmawan,
M. Tinugraha Ginanda Putra, Naya Nulina Citawara, Nabila Rania Dewi, Nabila Khairunnisa
Azzahra.
@kolgorengsociety
@sre.uns
ABSTRACT
Pada saat ini energi mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendukung kehidupan manusia. Konsumsi energi di Indonesia akan terus meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan sektor ekonomi nasional. Selama ini penyangga utama kebutuhan listrik di Indonesia masih mengandalkan Perusahaan Listrik Nasional (PLN) yang energinya masih berasal dari minyak bumi dan batu bara. Sementara itu, tidak dapat dihindarkan bahwa minyak bumi semakin langka dan mahal harganya. Untuk mengurangi pemakaian energi listrik dari PLN, maka sumber energi terbaru dan terbarukan harus dikembangkan. Dari sekian banyak sumber energi terbarukan, penggunaan energi matahari melalui solar cell khususnya solar cell photovoltaic merupakan alternatif yang paling potensial untuk diterapkan pada hunian di Indonesia.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Indonesia merupakan negara yang berpeluang besar dalam pengembangan energi baru terbarukan di dunia. Hal tersebut tentu berkat dukungan sumber daya alam di Indonesia yang melimpah. Terdapat berbagai macam sumber energi baru terbarukan, salah satunya yaitu energi surya. Nah, penasaran kan seberapa besar potensi sumber energi surya di Indonesia dan sejauh mana yang telah dilakukan untuk mendukung potensi tersebut. Langsung saja, check it out!
Berdasarkan pemaparan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral/ ESDM pada Grand Launching Society of Renewable Energy (26 September 2020) lalu, potensi energi surya di Indonesia diperkirakan sekitar 207,8 GW. Wah, besar banget ya, Energizen! Potensi tersebut memberikan persentase terbesar dibandingkan dengan potensi sumber energi baru terbarukan lain di Indonesia seperti potensi energi hidro sebesar 75 GW, energi bayu sebesar 60,6 GW, bioenergi sebesar 32,6 GW, energi panas bumi sebesar 23,9 GW, dan yang paling
kecil yaitu energi samudera dengan perkiraan potensi sebesar 17,9 GW. Namun masih disayangkan nih, karena dari total potensi energi surya yang kita miliki baru dimanfaatkan 147,6 MWp atau kurang lebih baru 0,07% saja. Wah, ternyata masih menjadi PR ya bagi Indonesia karena sebenarnya sangat potensial untuk unggul di sektor energi ini.
Eitss, tapi tunggu dulu.
Coba kita lihat peta persebaran potensi energi baru terbarukan di Indonesia berikut, Yuk!
Berdasarkan peta tersebut dapat diketahui bahwa potensi energi surya tersebar hampir merata di setiap gugusan pulau di Indonesia. Melihat sebesar itu potensi yang kita miliki tentu pemerintah tidak tinggal diam, Energizen! Saat ini pemerintah telah mengeluarkan roadmap pemanfaatan energi surya yang menargetkan pengembangan tenaga surya sebesar 6,5 GW hingga 2025 sesuai dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Jumlah tersebut
merupakan gambaran potensi pasar yang cukup besar dalam pengembangan energi surya di masa mendatang.
Energizen! Ada banyak cara loh untuk memanfaatkan energi dari matahari, salah satu cara penyediaan energi listrik yang siap untuk diterapkan secara komersial adalah sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Photovoltaic (PLTS Photovoltaic) atau secara baku disebut Sistem Energi Surya Fotovoltaik (SESF). Strategi pengembangan pembangkit listrik tenaga (PLTS Fotovoltaik) ini sudah dilakukan dalam skala besar loh, contohnya seperti pemanfaatan lahan bekas tambang di Bangka Belitung sebesar 1250 MW, Kutai Barat sebesar 1000 MW, dan Kutai Kartanegara sebesar 53 MW. Selain itu, ada juga PLTS terapung sebesar 857 MW di beberapa waduk yang tersebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat, serta PLTS terapung di Danau Singkarak, Sumatera Barat.
Berbeda halnya di negara-negara maju, disana SESF sudah banyak ditemui pada gedung-gedung pencakar langit dan hunian masyarakat di kota-kota besar sebagai suplai energi listrik sekunder. Hal ini dikarenakan kemudahan dalam pemanfaatannya dan cepatnya perkembangan teknologi di bidang solar cell photovoltaic sehingga harganya semakin terjangkau. Tapi tau ga? Kabar baiknya, dalam waktu dekat ini SESF Fotovoltaik rooftop juga akan dikembangkan secara masif di Indonesia loh!
Itu semua berkat inisiasi dari Institute for Essential Services Reform (IESR), dan rencananya pengembangan tersebut dilakukan di daerah-daerah melalui sinergi bersama pemerintah provinsi maupun pemerintah kota/ kabupaten dengan program ekowisata, klaster ekonomi, dan utamanya pada program surya nusantara.
Sebelum masuk lebih jauh, yuk kita coba lihat dulu Skema Instalasi SESF rooftop yang akan dikembangkan, Kuy!
Teknologi sel fotovoltaik rooftop yang dikomersialisasi saat ini merupakan jenis teknologi kristal yang dibuat dengan bahan baku berbasis silikon. Produk akhir dari modul fotovoltaik menyerupai bentuk lembaran kaca dengan ketebalan sekitar 6 - 8 milimeter. Nah, berikut ini ada sedikit penjelasan mengenai komponen utama dari SESF
1. Sel Fotovoltaik, yang mengubah penyinaran/radiasi matahari menjadi listrik secara langsung (Direct Conversion).
2. Balance of System (BOS) yang meliputi Solar Charge Controller (SCC), Battery charge Controller (BCC), Inverter, Kerangka modul,
3. Peralatan listrik, yang meliputi seperti Kabel, Stop kontak, dan lain-lain. 4. Unit penyimpan energi (baterai).
5. Peralatan penunjang seperti Power Conditioner Unit (PCU) , Sistem terpusat, dan Sistem Hybrid
Energizen, Modul fotovoltaik biasanya memiliki kapasitas daya paling rendah 50 Watt peak (Wp) dan kelipatannya. Unit satuan Watt-peak adalah satuan daya (Watt) yang dapat dibangkitkan oleh modul fotovoltaik dalam keadaan standar uji (Standard Test Condition). Efisiensi pembangkitan energi listrik yang dapat dihasilkan dari modul fotovoltaik skala komersial saat ini sekitar 15 hingga 20% loh! Wah, Keren ya?
Eitsss, Ada tapinya nih! Sayangnya, SESF bukan merupakan pembangkit berdaya konstan (non capacity value generation system) karena kapasitas keluarannya tergantung pada tingkat radiasi matahari yang berubah setiap waktu, penilaian SESF juga ditinjau dari seberapa banyak energi yang bisa dihasilkan, bukan seberapa besar dayanya, kecuali pada sistem yang memang memiliki storage system cukup besar. Kapasitas suatu PLTS Fotovoltaik ditentukan oleh besarnya konsumsi energi suatu beban dalam suatu periode. Jadi SESF gabisa asal pasang yaa, untuk perencanaan pemasangan SESF rooftop pada perumahan diperlukan data rata-rata penyinaran matahari supaya daya yang dihasilkan maksimal dan
sesuai dengan sistem yang dibutuhkan agar penjadwalan beban puncak dapat dilakukan.
Tapi apa bener SESF rooftop bisa menanggung beban listrik rumah kita? Kan lama penyinaran di tiap daerah berbeda, jadi gimana dong? Oke, kita hitung bareng-bareng yuk!
Menurut Badan Pusat Statistik Nasional mengenai tingkat penyinaran sinar matahari di 34 provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa persentase penyinaran matahari relatif tinggi. Apabila diklasifikasikan menurut zona pembagian waktu akan didapat data sebagai berikut:
1. Kawasan Barat Indonesia (KBI) dengan distribusi penyinaran sekitar 64,34 persen/tahun. 2. Kawasan Tengah Indonesia (KTAI) dengan distribusi penyinaran sekitar 69,46 persen/tahun.
3. Kawasan Timur Indonesia (KTI) dengan distribusi penyinaran sekitar 69,17 persen/tahun.
Diketahui rata-rata penyinaran matahari pertahun di 3 Kawasan adalah 67,65%. Matahari dapat dikatakan bersinar penuh ke bumi apabila lama penyinaran mencapai rata rata 60%. Potensi energi matahari sepanjang garis katulistiwa di wilayah Indonesia sangat besar, dimana intensitas radiasi hariannya rata-rata mencapai 5 kWh/m2 pada suhu standar 25 derajat Celsius. Berdasarkan hasil survey total pemakaian energi (ET) perhari pada beban listrik rumahan, setelah dihitung total kebutuhan energi listrik rata-rata adalah 26.927,2 Wh.
Dengan menggunakan modul surya fotovoltaik 150 Wattpeak maka Area Array (PV Area) bisa kita hitung nih dengan rumus berikut!
���� �������� =����
������ �� ������ �� ������ ��
Dimana :
EL = pemakaian energi (26,927 Wh/hari)
������
Gav = insolasi harian matahari rata-rata (5 kWh/m2/hari)
TCF = Pengurangan daya
modul/Celcius ηPV = efisiensi panel
surya (15%-20%) ηout = efisiensi
inverter (100%)
Apabila diasumsikan modul terpapar sinar matahari dengan suhu standar 25 derajat Celcius, efisiensi panel surya mencapai 20% dan efisiensi inverter dianggap maksimal. Maka, tinggal subtitusi saja variabelnya ke dalam persamaan tadi,
26927 ��ℎ
���� �������� =5 �� 1 �� 1 �� 0,2= 26,927 ��2
Dari sini bisa kita hitung untuk daya yang dibangkitkan SESF menggunakan rumus berikut :
�� �������� �������� = �������� ���������� �� ������ �� ��PV
26,927��2x 1000 x 0,2 = 5385,4 Wattpeak
Gimana nih, udah pusing belum? Hahaha. Oke aku simpulin ya!
Jadi intinya, SESF 150 Wattpeak hanya mampu menanggung sekitar 20% kebutuhan listrik rumah tangga kita. Tapi hal itu sudah cukup kok untuk menunjang kebutuhan listrik rumahan di Indonesia, khususnya di wilayah-wilayah yang sering mengalami permasalahan keterbatasan supply listrik pada jam beban puncak. Hal ini tentunya juga sejalan dengan target Pencapaian Bauran Energi Baru dan Terbarukan (EBT) Indonesia sampai dengan 23% pada tahun 2025 mendatang. Dalam Grand Strategi Energi Nasional yang dipersiapkan oleh Kementerian ESDM dan Dewan Energi Nasional (DEN), tertulis bahwa target luaran teknologi fotovoltaik panel surya sekitar 17,6 GW atau mewakili sepertiga dari total pembangkit listrik bersih di tahun 2035. Wah, fantastis ya!
Albert Einstein pernah mengatakan bahwa, “I’d put my money on the sun and solar energy. What a source of power! I hope we don’t have to wait until oil and coal run out before we tackle that.”
Tuh, seorang Albert Einstein saja yakin apabila matahari merupakan sumber energi yang suatu saat mampu menggantikan minyak dan batubara. Dengan potensi yang dimiliki Indonesia, Energizen harus yakin kalau kita dapat menguasai energi surya ini dan menanggalkan ketergantungan kita terhadap bahan bakar fosil. Pasti yakin sih ya? Yakinlah masa engga..
Jangan lupa berdoa supaya mimpi kita bersama tersebut dapat segera terwujud ya.
Eitss, tapi ikut berkontribusi juga yuk! Sebagai mahasiswa kita dapat turut berperan dari sini, Energizen!
• Ikut serta meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap energi baru terbarukan dan manfaatnya
• Meningkatkan riset, penelitian, dan inovasi terkait teknologi energi baru terbarukan dan penunjangnya
• Mengintegrasikan pemahaman mengenai energi baru terbarukan dalam kegiatan kemahasiswaan
Akhirnya nih, Energizen! Kita sudah berada di penghujung artikel. Terima kasih sudah membaca dan semoga bermanfaat, jangan lupa berbagi kebermanfaatannya dengan share Artikel ini ke teman-teman Energizen lainnya ya!
Sampai Jumpa di next Artikel!
Renewable knowledge for renewable energy!
Referensi:
Badan Pusat Statistik. Tekanan Udara dan Penyinaran Matahari di Stasiun Pengamatan BMKG.https://www.bps.go.id/statictable/2017/02/09/1962/tekanan-udara-dan- penyinaran matahari-di-stasiun-pengamatan-bmkg-2011-2015.html
Harjoko, A & Pujiastuti, A. (2016). Sistem Perhitungan Lama Penyinaran Matahari dengan Metode Otsu Threshold. Compiler, 5(2).
Mujirudin, M & Roza, E. (2019). Perancangan Pembangkit Tenaga Surya Fakultas Teknik Uhamka. Ejournal Kajian Teknik Elektro, 4(1).
Sianipal,Rafael. (2014). Dasar Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya. JETri, 2, 61-78.
Syukuri, M & Suriadi. (2010). Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terpadu Menggunakan Software PVSYT pada Komplek Perumahan di Banda Aceh. Jurnal Rekayasa Elektrika, 9(2).
Widayana, G. (2012). Pemanfaatan Energi Surya. JPTK, 9(1). 37-46.
Yandri,V. (2012). Prospek Pengembangan Energi Surya untuk Kebutuhan Listrik di Indonesia. Jurnal Ilmu Fisika, 4(1).
Institute for Essential Services Reform (IESR). Potensi Tenaga Surya di Indonesia. https://iesr.or.id http://www.litbang.esdm.go.id
Comments
Post a Comment