Skip to main content

Potensi Perkembangan Energi Baru Terbarukan dari Aspek Ekonomi, Regulasi, dan Perkembangan Teknologi

 Potensi Perkembangan Energi Baru Terbarukan dari Aspek Ekonomi,  Regulasi, dan Perkembangan Teknologi 

@TeslaAntiEmisi 

PENDAHULUAN 

Indonesia memiliki kebutuhan energi yang terus meningkat seiring dengan  pertumbuhan ekonomi, populasi, dan kemajuan teknologi (Azhar & Satriawan, 2018). Penggunaan sumber energi non terbarukan di Indonesia saat ini masih sangat besar.  Berdasarkan penelitian oleh Kholiq (2015), konsumsi energi di Indonesia saat ini bersumber  pada fosil (52,5%), gas (19%), batu bara (21,5%), air (3,73%), panas bumi (3%), dan energi baru  (0,2%). Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan yang cukup jauh antara konsumsi energi  baru terbarukan (EBT) dengan non terbarukan. Padahal, konsumsi energi non terbarukan menyebabkan beberapa permasalahan fatal, seperti degradasi lingkungan, perubahan iklim,  dan pemanasan global yang disebabkan oleh meningkat pesatnya emisi gas rumah kaca  (Handayani et al., 2017). Di lain sisi, Indonesia memiliki potensi besar sumber EBT, seperti air,  panas bumi, angin, dan surya. Namun demikian, potensi ini belum dioptimasi penggunaannya (Hasan et al., 2012). 

Pemerintah telah menetapkan visi bauran energi yang tercantum dalam Peraturan  Presiden Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional guna mewujudkan  ketahanan energi nasional. Melalui peraturan tersebut, porsi energi baru terbarukan akan  ditingkatkan menjadi 23 persen dari total bauran energi Indonesia pada tahun 2025. Porsi ini  ditargetkan akan meningkat menjadi 31 persen di tahun 2050. Saat ini porsi energi baru  terbarukan dalam bauran energi pembangkit listrik mencapai 12,52 persen per November  2017 (Hartati, 2018). Walaupun terjadi peningkatan porsi energi baru terbarukan dalam  bauran energi nasional, namun target bauran energi di tahun 2025 akan sulit tercapai setelah  melihat hasil audit BPK di tahun 2017 (Panggabean, 2017).

PEMBAHASAN 

Potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) Ditinjau dari Aspek Ekonomi 

Ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil khususnya dalam pembangkitan  listrik menghadapi situasi yang dilematis, di mana perubahan situasi yang terjadi di  sektor energi primer dan pembangkitan akan sangat memperngaruhi kondisi  perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Pentingnya mengembangkan EBT di  Indonesia bukan hanya dapat dilihat dari dampaknya pada perekonomian secara makro,  tetapi juga mempertimbangkan beberapa hal lain seperti potensi EBT yang sangat besar  yang belum banyak termanfaatkan, kelayakan bisnis pembangkit EBT yang semakin  kompetitif dengan pembangkit berbasis fosil, dan potensi EBT untuk mendorong  industrialiasi. 

Pengembangan EBT selayaknya disusun dalam suatu kerangka yang komprehensif  dan mempunyai tujuan yang luas (multi-objectives). Berikut adalah analisis tentang  manfaat pengembangan pembangkit listrik (PLT) EBT bagi perekonomian dilihat dari  perspektif lingkungan, pengembangan industri dan penurunan ketimpangan.  

1. Manfaat lingkungan PLT EBT dalam mendorong “Green Development” Indonesia menghadapi tantangan dalam keberlanjutan pertumbuhan  ekonominya. Ketergantungan yang terus menerus menimbulkan ancaman ke  depannya melihat ketersediaan sumber daya yang semakin menipis dan  diperlukan strategi yang lebih tajam untuk mengalihkan ke sektor yang lebih  menjamin keberlanjutan perekonomian Indonesia ke depannya. 

2. Manfaat ekonomi PLT EBT dalam mendorong industrialisasi 

Transisi banyak negara untuk memanfaatkan sumber daya EBT nya dengan  optimal seringkali tidak hanya didasarkan pada pertimbangan lingkungan tetapi  juga manfaat ekonomi yang bisa didapatkan. Saat ini Tiongkok merupakan salah  satu pemain utama di industri EBT dengan kontribusi sebesar USD126,6 miliar  atau 45% dari total investasi global untuk EBT (UNEP & BNEF, 2018). Masuknya  Tiongkok mengembangkan sektor EBT dapat dikatakan bukan hanya untuk  kepentingan lingkungan tetapi juga untuk mendapatkan manfaat ekonomi. 

Praktik ini juga berlaku di negara lainnya seperti USA dan India yang aktif  mengembangkan industri pendukung dari sektor pembangkitan listrik EBT.  

3. Manfaat sosial PLT EBT dalam mengurangi ketimpangan.  

PLT EBT merupakan teknologi yang cocok untuk dikembangkan di wilayah  3T (terluar, terdepan dan tertinggal) serta pulau-pulau kecil melihat fleksibilitas  dalam skala (dari mikro hingga pembangkit besar), Dalam hal ini pembangkitan  EBT dapat lebih ekonomis dibandingkan PLT berbasis fosil dan mendukung  daerah-daerah 3T mendapatkan akses listrik yang andal dan terjangkau.  Karenanya EBT dapat mendukung program elektrifikasi nasional yang ditargetkan  100 persen pada tahun 2024, yang pada umumnya terletak di wilayah yang  terpencil dan sulit terkoneksi dengan grid utama. 

Potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) Ditinjau dari Aspek IPTEK 

Meningkatnya keperluan akan energi tentu menjadi salah satu dasar untuk  mengembangkan teknologi yang berkaitan. EBT mulai menjadi harapan untuk menggantikan bahan bakar energi non terbarukan. Potensi EBT yang besar di Indonesia  mendorong dikembangkannya teknologi pengolahan sumber EBT. Pengembangan  teknologi yang mengolah sumber EBT menjadi suatu energi atau bahan bakar dapat  mengurangi biaya yang dibutuhkan dalam instalasi dan meningkatkan minat konversi  ke penggunaan EBT. Pengurangan biaya instalasi akan mengurangi tarif energi secara  signifikan karena sebagian besar permasalahan penggunaan EBT adalah pada instalasi  pengolahan sumber EBT (Sun et al., 2019). 

Indonesia memiliki potensi besar sumber EBT, seperti air, panas bumi, angin, dan  surya. Namun demikian, potensi ini belum dioptimasi penggunaannya (Hasan et al.,  2012). Belum dilakukannya optimasi dalam penggunaan EBT, menyebabkan sulitnya  bagi EBT untuk dapat menggantikan sumber energi non terbarukan. EBT dianggap masih  kurang ekonomis, mahal, dan rumit dalam instalasinya. Sampai saat ini, energi dari batu  bara masih dianggap yang paling ekonomis dengan pengolahan yang paling mudah 

(IRENA, 2018). Pengoptimasian EBT dapat dilakukan dengan adanya pengembangan  teknologi pengolahan sumber EBT dan teknologi penyimpanan energi.  

Potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) Ditinjau dari Aspek Regulasi 

Pemanfaatan energi baru terbarukan sebagai sumber energi sampai saat ini masih  sangat minim. Hal ini terjadi mengingat belum adanya undangundang yang mengatur  pemanfaatan energi baru terbarukan secara komprehensif. Saat ini setiap teknis  pemanfaatan energi baru terbarukan hanya diatur dalam Peraturan Menteri ESDM.  

Selama tahun 2017, Menteri ESDM telah mengeluarkan tiga peraturan menteri  yang mengatur tentang pemanfaatan sumber energi terbarukan untuk penyediaan  tenaga listrik. Pada awalnya Menteri ESDM mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM  Nomor 12 Tahun 2017 untuk mengatur pemanfaatan energi baru terbarukan. Namun  peraturan tersebut diubah ke dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 43 Tahun 2017.  Munculnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan  Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik, mencabut Peraturan  Menteri Nomor 12 Tahun 2017.  

Perubahan peraturan teknis yang terjadi dalam jangka waktu yang sangat singkat  ini membuat pembangunan sarana untuk pemanfaatan energi baru terbarukan menjadi  terganggu. Para investor yang akan memanfaatkan sumber energi terbarukan  membutuhkan kepastian usaha sebelum melakukan pembangunan. Kepastian usaha  dapat diperoleh apabila telah ada payung hukum yang jelas dan tidak berubahubah.  Tanpa adanya jaminan kepastian usaha, maka para investor akan enggan untuk  memanfaatkan energi terbarukan. 

Pemerintah Indonesia saat ini menargetkan utilisasi EBT sebesar 23% pada tahun  2028. Untuk mencapai hal tersebut, pemerintah berusaha dengan mencanangkan  berbagai regulasi yang mendorong penggunaan EBT. Salah satunya yakni Peraturan  Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional yang menyatakan  penggunaan EBT merupakan prioritas utama dan penggunaan bahan bakar fosil  diminimalisir (Pinilih & Chairunnisa, 2019). Pemerintah juga membentuk suatu rencana 

yang disebut sebagai Rencana Induk Kebijakan Energi Nasional (RIKEN). Salah satu  target dari RIKEN yakni mereduksi intensitas energi hingga 1% pada 2025 dan mereduksi  pajak serta memberi pinjaman untuk mencapai hal tersebut (Mulyana dan Siswandi,  2018). Saat ini juga, pemerintah sedang menyusun rancangan undang-undang  mengenai EBT (RUU EBT). RUU EBT berisi pengaturan kewajiban penyediaan dan  pemanfaatan energi baru terbarukan, pemberian kemudahan, serta insentif (Kholiq,  2015).

PENUTUP 

Membangun visi pengembangan EBT dilihat dari aspek ekonomi, aspek IPTEK, dan  aspek regulasi. sebagai bentuk pengembangan EBT dsri aspek ekonomi yaitu ditinjau  dari pengembangan PLT EBT yang memperhatikan lingkungan atau disebut sebagai  "Green Development", hal ini perlu dilakukan karena memperhatikan ketergantungan  masyarakat akan listrik sangat tinggi. Untuk aspek IPTEK diharapkan pemerintah  mampu membuat opini baru bahwa dengan penggunaan EBT tidak membutuhkan biaya  mahal, serta penggunaannya lebih optimal dengan instalasi dari perkembangan  teknologi yang semakin memudahkan masyarakat dalam menggunakan EBT.  

Dalam aspek regulasi, pemerintah Indonesia saat ini menargetkan utilisasi EBT  sebesar 23% pada tahun 2028. Untuk mencapai hal tersebut, pemerintah berusaha  dengan mencanangkan berbagai regulasi yang mendorong penggunaan EBT. Salah  satunya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi  Nasional yang menyatakan penggunaan EBT merupakan prioritas utama dan  penggunaan bahan bakar fosil diminimalisir. Pemerintah juga membentuk suatu  rencana yang disebut sebagai Rencana Induk Kebijakan Energi Nasional (RIKEN). Salah  satu target dari RIKEN yakni mereduksi intensitas energi hingga 1% pada 2025 dan  mereduksi pajak serta memberi pinjaman untuk mencapai hal tersebut. Saat ini juga,  pemerintah sedang menyusun rancangan undang-undang mengenai EBT (RUU EBT).  RUU EBT berisi pengaturan kewajiban penyediaan dan pemanfaatan energi baru  terbarukan, pemberian kemudahan, serta insentif. 

Semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk dan secara otomatis meningkat  pula kecenderungan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. terutama  kebutuhan akan energi fosil seperti kebutuhan listrik domestik, bahan bakar kendaraan  bermotor, hingga kebutuhan industri seperti aktivitas pabrik. Maka dari itu, potensi  pengembangan Energi baru Terbarukan (EBT) menjadi langkah awal untuk mengurangi  eksploitasi bahan bakar fosil agar tidak habis. Peran pemerintah diharapkan  kedepannya mampu membangun visi yang berintegrasi pada pembangunan EBT yang  berkelanjutan agar pemanfaatan EBT lebih efektif dam efisien.

                                DAFTAR PUSTAKA 

Azhar, M., & Satriawan, D. A. 2018. Implementasi Kebijakan Energi Baru dan Energi  Terbarukan Dalam Rangka Ketahanan Energi Nasional. Administrative Law and  Governance Journal. 1(4):398–412. 

Handayani, I. G. A. K. R., Adi, E. A., Hamzah, G., Leonard, T., dan Gunarto. 2017. Relationship  between Energy Consumption in International Market and Indonesia Prices Regulation.  International Journal of Energy Economics and Policy, 7(5): 9-15. 

Hartati, E. E. (2018, Januari 8). Progres Bauran Energi. Diakses Maret 18, 2018, dari  www.beritasatu.com: http://id.beritasatu.com/home/ progres-bauran-energi/170365 

Hasan, M. H., Mahlia, T. M. I., dan Nur, H. 2012. A Review on Energy Scenario and Sustainable  Energy in Indonesia. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 16: 2316-2328. 

Kholiq, I. 2015. Pemanfaatan Energi Alternatif sebagai Energi Terbarukan untuk Mendukung  Substitusi BBM. Jurnal IPTEK, 19(2): 75-91. 

Mulyana, I. dan Siswandi, A. G. 2018. Indonesia’s Regulation and Policy in the Energy Sector:  Urgency to Promote Energy Efficiency in Urban Areas. Yustisia, 7(2): 211-227. 

Panggabean, G. (2017, Desember 12). BPK: Target Bauran Energi baru Terbarukan 2025 Sulit  Dicapai. Diakses Maret 21, 2018, dari www.bisnis. com: http://industri.bisnis.com/  read/20171212/44/717680/bpk-targetbauran-energi-baru-terbarukan-2025- sulit dicapai 

Pinilih, S. A. G. dan Chairunnisa, W. L. 2019. New and Renewable Energy Policy in Developing  Indonesia’s National Energy Resilience. E3S Web of Conferences, 125: 1-5. 

Sun J., Xiong X., Wang M., Du H., Li J., Zhou D., Zuo J. 2019. Microalgae Biodiesel Production in China: A Preliminary Economic Analysis. Renewable and Sustainable Energy Reviews Vol. 104: 296-306.

Comments

Popular posts from this blog

Menilik Potensi PLTS di Indonesia dari Sudut Pandang Lingkungan

  Menilik Potensi PLTS di Indonesia dari Sudut Pandang  Lingkungan  Kalimaya Qolbi Sani, Karlindya Rahma, Lyslin Yusi Melani, Muhammad Reyhandhia  Athallah Hidayat, Indah Rosita Dewi, Listia Aulia Ruwaidah, Izzuki Hamida, Luthfi Mursid  Darmawan, Jessica Paleta  Indonesia memiliki banyak potensial energi terbarukan akan tetapi pemanfaatannya  belum optimal. Pemanfaatan energi matahari sebagai sumber alternatif untuk mengatasi  krisis energi perlu sangat diperhatikan agar dalam pemanfaatannya tidak menimbulkan  polusi yang merusak lingkungan. Sayangnya, biaya pembangkitan PLTS masih lebih mahal  apabila dibandingkan dengan biaya pembangkitan pembangkit listrik tenaga konvensional.  Sampai saat ini piranti utama untuk mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik  (modul fotovoltaik) masih merupakan piranti yang didatangkan dari luar negeri.  Seperti yang kita ketahui, Indonesia terletak di garis khatulistiwa, sehingga...

Get to Know: Solar Energy di Indonesia dan Potensi Pengembangan Sistem Energi Surya Fotovoltaik (SESF).

  Get to Know: Solar Energy di Indonesia dan Potensi Pengembangan  Sistem Energi Surya Fotovoltaik (SESF).  Nicholas Arga Vino Dewangga, Maria Lavenia Vika Pamukasari, M. Ivan Fanani. M. Imaduddin Hanif, M. Iqbal Habib, M. Haekal Darmawan,  M. Tinugraha Ginanda Putra, Naya Nulina Citawara, Nabila Rania Dewi, Nabila  Khairunnisa  Azzahra.   @kolgorengsociety   @sre.uns  ABSTRACT  Pada saat ini energi mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendukung kehidupan  manusia. Konsumsi energi di Indonesia akan terus meningkat pesat sejalan dengan  pertumbuhan penduduk dan sektor ekonomi nasional. Selama ini penyangga utama kebutuhan  listrik di Indonesia masih mengandalkan Perusahaan Listrik Nasional (PLN) yang energinya  masih berasal dari minyak bumi dan batu bara. Sementara itu, tidak dapat dihindarkan bahwa  minyak bumi semakin langka dan mahal harganya. Untuk mengurangi pemakaian energi listrik  da...

Green Campus Universitas Sebelas Maret Surakarta

  Sumber foto : instagram.com/qodryaa Green Campus merupakan istilah dalam bahasa inggris yang memiliki padanan yaitu ‘Kampus Ramah Lingkungan’. Secara umum Program Green Campus merupakan suatu program yang mengembangkan lokasi ramah lingkungan untuk menunjang sistem pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat yang melibatkan sivitas akademika guna memberikan dampak positif bagi lingkungan, ekonomi maupun sosial kampus. Adapun definisi khusus perihal kampus ramah lingkungan juga tertuang dalam Peraturan Rektor Universitas Sebelas Maret No. 827A/UN27/KP/2013 pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 yaitu : “Kampus Ramah Lingkungan adalah kampus yang mampu mewujudkan suasana lingkungan yang bersih, sejuk, dan nyaman serta mendukung iklim kehidupan kampus yang dinamis berkelanjutan dengan memenuhi kriteria Green Campus yaitu : tata letak dan infrastruktur ( setting and infrastructure ) yang menjamin ketersediaan ruang terbuka hijau; efisiensi energi dan mitigasi serta adaptasi terhad...